Retreat Napak Tilas Nommensen oleh Naposobulung HKBP Perawang
Perawang – Di bawah terang tema “Cahaya di Tanah Batak” (Yohanes 8:12), Persekutuan Pemuda (Naposobulung) HKBP Perawang Ressort Perawang (NHKBP Perawang) menggelar sebuah perjalanan iman yang tak terlupakan. Selama empat hari, dari 27 hingga 30 Juni 2025, sebanyak 48 peserta yang terdiri dari 42 Naposobulung, 3 Remaja, beserta Pendeta dan Paniroi, mengikuti kegiatan Retreat Semi Napak Tilas Perjalanan Nommensen di Tanah Batak.
Kegiatan ini bukan sekadar wisata rohani biasa. Ini adalah sebuah ziarah untuk merefleksikan kembali perjalanan iman Ingwer Ludwig Nommensen, sang Rasul Batak, dalam menyebarkan Kabar Sukacita. Dengan tujuan utama menyusuri lokasi-lokasi bersejarah seperti Sipirok, Tarutung, dan Sigumpar, perjalanan ini diharapkan dapat meneguhkan iman dan memperluas wawasan para pemuda gereja di tengah tantangan zaman.
Didampingi oleh Pdt. Eko Marbun, S.Th., dan Paniroi St. Rianto Nainggolan, serta diketuai oleh Luhut Sianturi, seluruh panitia dan peserta memulai perjalanan yang akan membawa mereka lebih dekat dengan akar sejarah gereja mereka.
Hari Pertama: Memasuki Gerbang Sejarah di Sipirok
Perjalanan dimulai pada Jumat dini hari, 27 Juni 2025, pukul 03.00 WIB. Dengan semangat yang menyala, rombongan bertolak dari Perawang. Meskipun perjalanan diwarnai kemacetan di sekitar daerah Bagan Batu, rombongan akhirnya tiba di Gereja HKBP Sipirok pada sore hari.
Kedatangan mereka disambut hangat oleh Pdt. Hotman J.H. Sitorus, S.Th dan Mahasiswa STGH (Sekolah Tinggi Guru Huria) yaitu Kristofel Harefa. Di dalam gereja, para Naposobulung mendapatkan pembekalan berharga mengenai sejarah awal penginjilan oleh para misionaris Rheinische Missionsgesellschaft (RMG), seperti Pdt. Heine, Pdt. Klammer, Pdt. Betz, dan Pdt. Van Asselt. Di sinilah pemahaman baru terbuka, mengapa kelahiran HKBP diperingati pada tahun 1861, sebagai penanda dimulainya misi, sebelum gereja secara fisik menjadi Huria Na Gok pada 1864.
Setelah ibadah singkat penuh syukur, rombongan berkesempatan mengunjungi rumah dinas pendeta resort, yang dahulunya merupakan tempat berkumpul para misionaris, termasuk Dr. I.L. Nommensen. Menyentuh peninggalan bersejarah seperti kursi, lemari, dan peralatan dapur yang asli menjadi pengalaman yang mendalam, seolah merasakan langsung denyut perjuangan para pekabar Injil.


Tantangan Tak Terduga dan Kekuatan Kebersamaan
Perjalanan hari pertama ditutup dengan sebuah tantangan. Rencana awal melalui Batu Jomba terhalang perbaikan jalan, sementara ukuran bus yang besar menjadi kendala. Di sinilah tantangan tak terduga muncul. Mengandalkan peta digital, rombongan justru diarahkan ke jalan yang terlalu sempit di daerah Pariaha.
Namun, di tengah kebingungan, kehangatan warga sekitar menjadi penolong. Mereka dengan sigap membantu supir memutar arah bus dan menunjukkan jalur alternatif melalui Simpang Rampah menuju Adian Koting, hingga akhirnya tiba di Tarutung untuk beristirahat. Lelah fisik terbayar lunas oleh pengalaman kebersamaan dan pertolongan tak terduga di sepanjang jalan.

Hari Kedua: Ziarah ke Sigumpar dan Keindahan Alam Balige
Sabtu pagi, perjalanan iman berlanjut ke Sigumpar, sebuah lokasi yang sangat sakral dalam sejarah HKBP. Tujuan utamanya adalah kompleks makam Dr. I.L. Nommensen yang terletak di belakang gedung gereja. Sesampainya di komplek Makam DR. I.L. Nommensen rombongan Naposo disambut oleh Pdt Mardiana Silaen S.Th. yang kemudian memberikan penjelasan mengenai makam-makam dan sedikit sejarah singkat mengenai perjalanan Nommensen di sigumpar.
Yang mengagumkan, tempat ini bukan hanya menjadi peristirahatan terakhir bagi Nommensen, tetapi juga bagi orang-orang terkasih yang mendukung pelayanannya seperti Caroline Margaretha Gütbrod (Istri Nommensen yang juga merupakan seorang missionaris), Frieda Nommensen (Putri Nommensen), Hulda Kaiser (misionaris pengganti Nommensen), Misr Brinkschmidt (sekretaris Nommensen), Hans Marrich Klaus (rekan misionaris di Narumonda), dan Zuster Liesette Niemann (petugas medis zending). Bahkan, anjing peliharaan kesayangan Nommensen yang bernama Tuan Sipakkur juga memiliki kuburan khusus di tempat ini. para pemuda merasakan betapa penginjilan adalah buah dari kerja tim yang solid dan pengorbanan bersama.
Setelah ziarah yang menyentuh hati, rombongan menyegarkan diri di Pantai Bul-bul, Balige. Keindahan Danau Toba, dipadu dengan makan siang bersama, berenang, dan mencoba wahana banana boat, menjadi momen rekreasi yang mempererat keakraban sebelum kembali ke penginapan.

Pada malam harinya setelah pulang dari Pantai Bul-bul, makan malam. Naposobulung mengadakan Ibadah PA di sebelah penginapan, dengan konsep Ibadah Ceria dan Games, terlihat semua Naposobulung antusias mengikuti rangkaian demi rangkaian dari kegiatan tersebut. Dalam Acara ini Pdt. Eko Marbun, S.Th., memberikan beberapa kesimpulan dari tempat-tempat yang sudah didatangi, dan juga tidak ketinggalan menyampaikan Firman Tuhan sebagai bekal masa depan para Naposobulung.
Hari Ketiga: Ibadah, Refleksi, dan Puncak Ziarah di Tarutung
Minggu, 29 Juni 2025, menjadi puncak dari perjalanan rohani ini. Pagi hari, rombongan mengunjungi Rumah Doa HKBP di Sipaholon. Suasana asri dan udara segar di lokasi yang selama ini hanya bisa dilihat dari media sosial ini menambah kekaguman dan rasa syukur.

Perjalanan berlanjut untuk Ibadah Minggu di HKBP Dame Saitnihuta. Sambutan hangat dari Pdt. Seventriani Simanjuntak, dan para jemaat begitu terasa. Sebelum ibadah, pendeta menjelaskan sejarah Desa Dame yang dibangun oleh Nommensen, yang kisahnya terukir di sebuah monumen batu dalam berbagai bahasa.
Dalam ibadah, Naposobulung HKBP Perawang berkesempatan mempersembahkan pujian koor “Mars NHKBP”, sebuah pelayanan yang meski diliputi rasa kantuk, dapat dibawakan dengan penuh sukacita.

Sore harinya, perjalanan dilanjutkan menuju Salib Kasih. Setelah menyantap makan siang, para Naposobulung mendaki bukit hingga ke bawah monumen salib yang megah. Sesampainya disana teman-teman Naposobulung menyempatkan diri untuk menyantap hidangan makan siang yang sudah dipersiapkan Panitia, setalah selesai menyantap hidangan kemudai Naposobulung berjalan naik sampai ke atas bukit Salib Kasih, berkeliling dan melihat-lihat semua bangunan yang ada disana dan kemudian di tutup dengan foto bersama tepat dibawah Monumen Salib Kasih. Diceritakan Salib kasih merupakan tempat bersejarah bagi Nommensen karena disana ia mendengar bunyi lonceng-lonceng saat melakukan misi pengjinjilan di tanah Batak, dan akhirnya ia membulatkan tekad mendedikasikan hidupnya untuk terus melakukan penginjilan di Tanah Batak.

Kunjungan terakhir adalah ke Kantor Pusat HKBP di Pearaja. Rombongan mengagumi arsitektur Gereja HKBP Pearaja, melihat makam Raja Pontas Lumbantobing—tokoh Batak yang berperan penting dalam penerimaan Injil—dan berfoto di depan kantor pusat serta rumah dinas Ephorus. Ini menjadi momen kebanggaan sebagai bagian dari keluarga besar HKBP.
Perjalanan Pulang: Lelah Namun Penuh Berkat
Sekitar pukul 18.30 WIB, rombongan memulai perjalanan pulang. Meskipun diwarnai tantangan seperti jalan berkelok di Adian Koting yang membuat beberapa peserta mabuk perjalanan, semangat mereka tidak surut. Tiba kembali di depan HKBP Perawang pada Senin malam, 30 Juni 2025, pukul 20.30 WIB, wajah-wajah lelah itu memancarkan kepuasan dan iman yang diperbarui.
Retret napak tilas ini telah berhasil menanamkan benih pemahaman sejarah yang lebih dalam, memperkuat iman, dan menginspirasi para pemuda HKBP Perawang untuk menjadi ‘cahaya’ bagi generasi mereka, sama seperti Nommensen yang menjadi cahaya bagi Tanah Batak.