Diperlengkapi Untuk Setiap Perbuatan Baik
2 Timotius 3 : 10 – 17
Iman Tidak Tumbuh di cuaca Cerah. Jika hidup selalu mudah, kita mungkin tidak pernah belajar bersandar penuh kepada Tuhan. Paulus tidak belajar iman di tengah kenyamanan, melainkan di tengah penganiayaan dan penderitaan. Iman Paulus benar-benar diuji, bukan dihiasi. Ketika Paulus menulis kepada Timotius ia tidak sedang duduk di tempat yang tenang. Ia sedang di penjara di roma, menanti kemungkinan kematian. Di balik jeruji besi, ia menulis tentang iman, ketekunan dan kasih. Iman Paulus bukan hasil teori melainkan imannya hasil dari pergumulan nyata. Ia tidak belajar percaya di tengah pujian, tetapi dia melakukannya di tengah penghianatan, luka dan penolakan. Iman Yang sejati tidak di bangun dari kata-kata indah, tetapi terbangun dari luka yang diserahkan kepada Tuhan.
Paulus tidak sekedar berbicara tentang iman, tetapi menunjukkan iman lewat gaya hidupnya. Sehingga timotius belajar bukan hanya dari pengajaran teologis, tetapi dia belajar dari cara Paulus hidup, bertahan dan tetap melakukan kasih di tengah-tengah penderitaan. Hal ini menggambarkan pendidikan rohani yang holistik, yang artinya pendidikan rohani itu membentuk seluruh pribadi manusia, bukan hanya pikirannya saja. Tujuan dari pendidikan rohani, bukan sekadar menambah wawasan Alkitab, firman menuntun pikiran agar mengenal Allah dengan benar. Pendidikan rohani juga menjadikan seseorang memiliki hati yang tulus dan beriman. Sehingga dengan pendidikan itu kita menghasilkan buah yang nyata dalam tindakan, sehingga kita dapat menggerakkan tangan kita untuk berbuat baik.
Keteladanan lebih kuat dari seribu kata. Anak rohani, murid atau jemaat lebih menangkap apa yang mereka lihat dari pada apa yang mereka dengar. Paulus disini menjadi buku hidup yang dibaca oleh timotius. Timotius membaca kesetiaan Paulus dalam penderitaan, kasih dalam pelayanan serta ketekunan dalam iman. Dan bagi timotius Paulus adalah injil yang berjalan, bukan hanya injil yang dibacakan. Orang bisa lupa dengan kata-kata kita, tetapi mereka tidak akan lupa dengan cara kita hidup. Kita perlu tahu, dalam konteks pendidikan iman, guru, gembala dan orangtua harus menyadari bahwa kehidupan mereka adalah pesan utama. Sehingga khotbah yang paling kuat bukan berdiri diatas mimbar, melainkan khotbah yang paling kuat di lihat dari kehidupan seharihari.
Integritas membuka jalan bagi iman untuk di teruskan. Integritas menjadi jembatan antara generasi. Dunia ini tidak membutuhkan lebih banyak tokoh agama, tetapi dunia ini membutuhkan orang biasa yang hidup benar dengan luar biasa. Dengan kehadirannya orang banyak semakin beriman. Pewarisan iman bukan lagi hasil dari paksaan atau indoktrinasi, melainkan pewarisan iman telah terjadi karena keteladanan yang begitu menginspirasi dalam kehdupan didunia ini.
Tujuan firman ini bukan mencetak ahli-ahli berteologi melainkan firman ini menciptakan manusia yang bisa hidup sesuai dengan kehendak Allah. Penguasaan doktrin memang penting, tetapi tanpa karakter Kristus itu sifatnya hanyalah kosong. Sangatlah jelas pendidikan rohani yang sejati dapat menghasilkan orang-orang yang berbuat baik, bukan hanya berpikir benar. Doktrin ini harus bisa melahirkan kasih, kesabaran, kejujuran dan integritas. Tanpa karakter yang diubah, pengetahuan rohani hanya menjadi kebanggaan diri saja, bukan kemuliaan bagi Tuhan. Tujuan akhir kita belajar firman adalah agar hidup makin menyerupai Kristus. Amin.





